Salam Damai Sejahtera

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Kamis, 08 September 2022

SIFAT-SIFAT GEREJA

Pada bab pertama, telah dibahas pelajaran tentang makna Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah sendiri. Karena itu Gereja adalah suatu persekutuan yang khas. Pada bab ini kita akan membahas sifat-sifat Gereja yang tentunya mempunyai kaitan dengan makna dan hakikat Gereja itu sendiri. Syahadat iman Gereja Katolik dirumuskan dalam doa kredo (credere = percaya). Ada dua rumusan kredo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek disebut Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh para rasul. Yang panjang disebut Syahadat Nikea yang disahkan dalam Konsili Nikea (325) yang menekankan keilahian Yesus. Dikemudian hari lazim disebut sebagai Syadat Nikea-Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili Konstantinopel I (381). Pada Konsili ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera.Syahadat inilah yang lebih banyak digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik. Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan keempat sifat atau ciri Gereja Katolik : satu, kudus, katolik dan apostolik
.
1. Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain dengan para kepala atau pimpinan jemaat (uskup) baik partikular maupun universal (Paus) yang berkedudukan di Vatikan.

Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi – Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja (KGK art.813).

“Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Sebagai orang-orang Katolik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Sebagai contoh, kita ikut ambil bagian dalam Misa di Surabaya, Larantuka, Alexandria, San Francisco, Moscow, Mexico City, Etiopia atau di manapun, Misanya sama; bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda – dirayakan oleh orang-orang percaya yang sama-sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh Imam yang dipersatukan dengan Uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus, penerus tahta St. Petrus.

Gereja yang satu memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan beraneka bakat serta talenta, tetapi saling bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang harmonis.


2. Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang menjiwai-Nya, Gereja bersatu dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diri-Nya sendiri kudus.

Gereja katolik meyakini diri kudus bukan karena tiap anggotanya sudah kudus tetapi lebih-lebih karena dipanggil kepada kekudusan oleh Tuhan, “Hendaklah kamu sempurna sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya” (Mat 5:48).Perlu diperhatikan juga bahwa kategori kudus yang dimaksud terutama bukan dalam arti moral tetapi teologi, bukan soal baik atau buruknya tingkah laku melainkan hubungannya dengan Allah. Ini tidak berarti hidup yang sesuai dengan kaidah moral tidak penting. Namun kedekatan dengan yang Ilahi itu lebih penting, sebagaimana dinyatakan, “kamu telah memperoleh urapan dari Yang Kudus (1Yoh 2:20),yakni dari Roh Allah sendiri (bdk. Kis10:38). Diharapkan dari diri seorang yang telah terpanggil kepada kekudusan seperti itu juga menanggapinya dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan kaidah-kaidah moral (lihat LG. Art.26).

Perjanjian Baru melihat proses pengudusan manusia sebagai pengudusan oleh Roh Kudus (lih. 1Ptr 1: 2). Dikuduskan karena terpanggil (lih. Rm 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa. Kesucian bukan soal bentuk kehidupan (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.

Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus. Sumber dari mana Gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus dan doa-Nya. “Ya Bapa yang kudus,… kuduskanlah mereka dalam kebenaran … (lih. Yoh 17: 11). Tujuan dan arah Gereja adalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.

Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramensakramen.

Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan.

“Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi” terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya, dan yang tiada hentinya menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja” (LG.art.26). Masing-masing kita sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. Konsili Vatican II mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” (Dekrit tentang Ekumenisme, #4).

Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.


3. Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau “umum” karena tersebar di seluruh dunia sehingga mencakup semua.

Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kwantitatif dan kualitatif. Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia. Dengan sifat katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.

Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekedar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.

Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam: Rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya.

Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga. Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya. Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.

Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: Bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adatistiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini. Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik

.
4. Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan “anggota umat Allah” jika bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri sebagai tahta para Rasul (apostoloi).

Gereja yang apostolik berarti Gereja yang berasal dari para Rasul dan tetap erpegang teguh pada kesaksian iman mereka, yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus. Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para Rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru sudah ada sejak zaman Gereja Perdana. Hubungan historis antara Gereja para Rasul dan Gereja sekarang tidak boleh dilihat sebagai semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar bagaikan sebuah tongkat dari Rasul-Rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. Yang disebut apostolik bukanlah para Uskup, melainkan Gereja. Hubungan historis itu pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam segala bidang dan pelayanannya. Gereja bersifat apostolik berarti Gereja sekarang mengaku diri sama dengan Gereja Perdana, yakni Gereja para Rasul. Hubungan historis itu jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.

Gereja yang apostolik tidak berarti bahwa Gereja terpaku pada Gereja Perdana. Gereja tetap berkembang di bawah bimbingan Roh Kudus dan tetap berpegang pada Gereja para Rasul sebagai norma imannya. Hidup Gereja tidak boleh bersifat rutin, tetapi harus dinamis. Gereja disebut apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus oleh Kristus. Hubungan itu tampak dalam: Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki dari para Rasul. Fungsi dan kuasa hierarki diwariskan dari para rasul. Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul. Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.



Keempat sifat Gereja itu saling kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai. Gereja memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri dengan karya Roh Kudus di dalam dirinya. Gereja itu Ilahi sekaligus insani, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah. Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali jadi dan statis, oleh karena itu sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu diperjuangkan.


Apa arti Gereja bersifat satu?
Apa artinya Gereja hendaknya menghayati kesatuan, bukan uniformitas?
Apa artinya Gereja harus menjadi Gereja yang satu di zaman ini?
Apa arti sifat Gereja itu Kudus?
Apa artinya Gereja harus menjadi Gereja yang kudus di zaman ini?
Bagaimana cara mewujudkan kekudusan Gereja dalam hidup sehari-hari?
Apa arti Gereja yang Katolik berdasarkan Lumen Gentium art 13?
Apa arti Gereja yang Katolik menurut ajaran Kitab Suci?
Apa saja usaha-usaha untuk mewujudkan Gereja yang Katolik?
Apa konsekuensi Gereja yang Katolik bagi para warganya?
Apa arti sifat Gereja yang Apostolik?
Sebutkan dan jelaskan berbagai tradisi Gereja yang menunjukkan ciri Apostolik
Apa usaha-usaha Gereja untuk mewujudkan sifat yang Apostolik pada zaman ini?

ARTI DAN MAKNA GEREJA

A. Gereja sebagai Umat Allah

Dasar Biblis Gereja sebagai Umat Allah
Umat Allah adalah paguyuban orang-orang yang beriman, yang telah dipilih oleh Allah. Sebagai anak-anak Allah semuanya mempunyai martabat yang sama dalam pembaptisan. Tidak ada umat kelas VIP, semua anak Allah. Awam, Imam, Biarawan-Biarawati, para tokoh umat semuanya berjalan bersama berjiarah menuju Bapa. Semuanya ikut ambil bagian dalam pembangunan jemaat, solider dan saling memerhatikan.

Baca baik-baik dan perhatikan teks Kitab Suci dibawah ini!

Kisah Para Rasul 2:41-47
Kis 2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
Kis 2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
Kis 2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.
Kis 2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
Kis 2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
Kis 2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
Kis 2:47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.


1 Korintus 12:7-11
1 kor 12:7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.
1 kor 12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.
1 kor 12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.
1 kor 12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.
1 kor 12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.


Hidup mengUmat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (lih. Kis 2: 41-47).

Dalam hidup mengUmat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang ter- lalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak ka- risma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).

Dalam hidup mengUmat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12:12-18; 26-27).

Gereja sebagai Umat Allah menurut ajaran Gereja

Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang. Atas keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan raha- sia, Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan men-gangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam Umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak kelihatan, yang su- lung dari segala makluk (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu sejak awal dunia telah dipralambang- kan, serta disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam perjanjian lama. Gereja didirikan pada zaman terakhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disem- purnakan pada akhir zaman. Dan pada saat itu seperti tercantum dalam karya tulis para Bapa yang suci, semua orang yang benar sejak Adam, dari Abil yang saleh hingga orang terpilih yang terakhir, akan dipersatukan dalam Gereja semesta dihadirat Bapa (Lumen Gentium artikel 2)

Roh Kudus yang menguduskan Gereja. Ketika sudah selesailah karya, yang oleh Bapa dipercayakan kepada Putera untuk dilaksanakan didunia (lih Yoh 17:4), diutuslah Roh Kudus pada hari Pentekosta, untuk tiada hentinya menguduskan Gereja. Dengan demikian Umat beriman akan dapat mendekati Bapa melalui Kristus dalam satu Roh (lih Ef 2:18). Dialah Roh kehidupan atau sumber air yang memancar untuk hidup kekal (lih Yoh 4:14; 7:38-39). Melalui Dia Bapa menghidupkan orang- orang yang mati karena dosa, sampai Ia membangkitkan tubuh mereka yang fana dalam Kristus (lih Rom 8:10-11). Roh itu tinggal dalam Gereja dan dalam hati Umat beriman bagaikan dalam kenisah (lih 1Kor 3:16; 6:19). Dalam diri mereka Ia berdoa dan memberi kesaksian tentang pengangkatan mereka menjadi putera (lih Gal 4:6; Rom 8:15-16 dan 26). Oleh Roh Gereja diantar kepada segala kebenaran (lih Yoh 16:13), dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka kurnia hirarkis dan karismatis, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (lih Ef 4:11-12; 1Kor 12:4; Gal 5:22). Dengan kekuatan Injil Roh meremajakan Gereja dan tiada hentinya membaharuinya, serta mengantarkannya kepada persatuan sempurna dengan Mempelainya. Sebab Roh dan Mempelai berkata kepada Tuhan Yesus: “Datanglah!” (lihat Why 22:17). Demikianlah seluruh Gereja nampak sebagai Umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus. (Lumen Gentium artikel 4)

Gereja, Tubuh mistik Kristus. Dalam kodrat manusiawi yang disatukan dengan diri-Nya, Putera Allah telah mengalahkan maut dengan wafat dan kebangkitan- Nya. Demikianlah Ia telah menebus manusia dan mengubahnya menjadi ciptaan baru (lih Gal 6:15; 2Kor 5:17). Sebab Ia telah mengumpulkan saudara-saudara-Nya dari segala bangsa, dan dengan mengaruniakan Roh-Nya Ia secara gaib membentuk mereka menjadi Tubuh-Nya. Dalam Tubuh itu hidup Kristus dicurahkan kedalam Umat beriman. Melalui sakramen-sakramen mereka itu secara rahasia namun nyata dipersatukan dengan Kristus yang telah menderita dan dimuliakan. Sebab berkat Babtis kita menjadi serupa dengan Kristus: “karena dalam satu Roh kita semua telah dibabtis menjadi satu Tubuh” (1Kor 12:13). Dengan upacara suci itu dilambangkan dan diwujudkan persekutuan dengan wafat dan Kebangkitan Kristus: “Sebab oleh babtis kita telah dikuburkan bersama dengan Dia ke dalam kematian”; tetapi bila “kita telah dijadikan satu dengan apa yang serupa dengan wafat-Nya, kita juga akan disatukan dengan apa yang serupa dengan kebangkitan-Nya” (Rom 6: 4-5). Dalam pemecahan roti ekaristis kita secara nyata ikut serta dalam Tubuh Tuhan; maka kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita. Karena roti adalah satu, maka kita yang banyak ini merupakan satu Tubuh; sebab kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu (1Kor 10:17). Demikianlah kita semua dijadikan anggota Tubuh itu (lih 1Kor 12: 27), “sedangkan masing-masing menjadi anggota yang seorang terhadap yang lain” (Rom 12: 5). Adapun semua anggota tubuh manusia, biarpun banyak jumlahnya, membentuk hanya satu Tubuh, begitu pula para beriman dalam Kristus (lih 1Kor 12:12). Juga dalam pembangunan Tubuh Kristus terhadap aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh, yang membagikan aneka anugrah- Nya sekedar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja (lih 1Kor 12:1-11). Diantara karunia-karunia itu rahmat para Rasul mendapat tempat istimewa. Sebab Roh sendiri menaruh juga para pengemban karisma dibawah kewibawaan mereka (lih 1Kor 14). Roh itu juga secara langsung menyatukan Tubuh dengan daya kekuatan-Nya dan melalui hubungan batin antara para anggota. Ia menumbuhkan cinta kasih diantara Umat beriman dan mendorong mereka untuk mencintai. Maka, bila ada satu anggota yang menderita, semua anggota ikut menderita; atau bila satu anggota dihormati, semua anggota ikut bergembira (lih 1Kor 12:26).

Kepala Tubuh itu Kristus. Ia citra Allah yang tak kelihatan, dan dalam Dia segala- sesuatu telah diciptakan. Ia mendahului semua orang, dan segala-galanya berada dalam Dia. Ialah Kepala Tubuh yakni Gereja. Ia pula pokok pangkal, yang sulung dari orang mati, supaya dalam segala-sesuatu Dialah yang utama (lih Kor 1:15-18). Dengan kekuatan-Nya yang agung Ia berdaulat atas langit dan bumi; dan dengan kesempurnaan serta karya-Nya yang amat luhur Ia memenuhi seluruh Tubuh dengan kekayaan kemuliaan-Nya (lih Ef 1:18-23).[7]Semua anggota harus menyerupai Kristus, sampai Ia terbentuk dalam mereka (lih Gal 4:19). Maka dari itu kita diperkenankan memasuki misteri-misteri hidup-Nya, disamakan dengan-Nya, ikut mati dan bangkit bersama dengan-Nya, hingga kita ikut memerintah bersama dengan-Nya (lih Flp 3:21;2Tim 2:11; Ef 2:6; Kol 2:12; dan lain-lain). Selama masih mengembara didunia, dan mengikut jejak-Nya dalam kesusahan dan penganiyaan, kita digabungkan dengan kesengsaraan-Nya sebagai Tubuh dan Kepala; kita menderita bersama dengan-Nya, supaya kelak ikut dimuliakan bersama dengan-Nya pula (lih Rom 8:17). Dari Kristus seluruh Tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi- sendi, menerima pertumbuhan ilahinya (Kol 2:19). Senantiasa Ia membagi-bagikan karunia-karunia pelayanan dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Berkat kekuatan- Nya, kita saling melayani dengan karunia-karunia itu agar selamat. Demikianlah, sementara mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, kita bertumbuh melalui segalanya menjadi Dia, yang menjadi Kepala kita (lih Ef 4:11-16 yun). Supaya kita tiada hentinya diperbaharui dalam Kristus (lih Ef 4:23), Ia mengaruniakan Roh-Nya kepada kita. Roh itu satu dan sama dalam Kepala maupun dalam para anggota-Nya dan menghidupkan, menyatukan serta menggerakkan seluruh Tubuh sedemikian rupa, sehingga peran-Nya oleh para Bapa suci dapat dibandingkan dengan fungsi, yang dijalankan oleh azas kehidupan atau jiwa dalam tubuh manusia[8]. Adapun Kristus mencintai Gereja sebagai Mempelai-Nya. Ia menjadi teladan bagi suami yang mengasihi isterinya sebagai Tubuh-Nya sendiri (lih Ef 5:25-28). Sedangkan Gereja patuh kepada Kepalanya (Ay.23-24). “Sebab dalam Dia tinggallah seluruh kepenuhan Allah secara badaniah” (Kol 2: 9). Ia memenuhi Gereja, yang merupakan Tubuh dan kepenuhan-Nya, dengan karunia-karunia ilahi-Nya (lih Ef 1:22-23), supaya Gereja menuju dan mencapai segenap kepenuhan Allah (lih Ef 3:19).(Lumen Gentium, artikel 7)

Hakikat Gereja sebagai Umat AllahUmat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
Hubungan antara Allah dan Umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji- Nya.
Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, Umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.

Dasar dan Konsekuensi Gereja sebagai Umat AllahHakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktek hidup Gereja Perdana (bdk. Kis. 2: 41-47; 4: 32-37)
Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan Umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12: 7-10)
Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota Umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor.12: 12-18)

Konsekuensi Gereja sebagai Umat AllahKonsekuensi untuk Umat (awam); Umat harus menyadari kesatuannya dengan Umat yang lain (menghayati iman dalam kebersamaan); Umat aktif ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja di lingkungan/wilayahnya dengan se- gala karisma dan karunia yang dimilikinya.
Konsekuensi untuk hierarki; Hierarki mesti menyadari bahwa tugas kepemimpi-nan yang diembannya adalah tugas pelayanan. Mereka berada di tengah-tengah Umat sebagai pelayan. Hierarki semestinya memberi ruang dan tempat bagi Umat untuk berperan aktif ikut dalam membangun Gereja dengan karisma dan karunia yang mereka miliki.
Konsekuensi dalam hubungan Hierarki-Umat; Hierarki harus memandang Umat sebagai partner kerja dalam membangun Gereja, bukan sebagai pelengkap penderita yang seolah-olah tidak berperan apa-apa. Hierarki juga harus memperlakukan seluruh anggota Gereja sebagai satu Umat Allah yang memiliki martabat yang sama meskipun menjalankan fungsi yang berbeda-beda.


Tulislah dan jelaskan ayat-ayat manakah dari perikop Kitab Suci yang menjelaskan makna Gereja sebagai umat Allah.


Apa makna Gereja sebagai Umat Allah?


Apa misi Gereja sebagai Umat Allah di dunia?


Tulislah niat-niat dan harapanmu untuk aktif dalam kehidupan menggereja sesuai talenta-talenta yang engkau miliki





Bersikap Kritis terhadap Ideologi dan Gaya Hidup yang Berkembang Dewasa Ini

Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas X BAB II dengan tema bersikap kritis terhadap ideologi dan gaya hidup yang berkembang dewasa ini. Dalam hidup modern dewasa ini, kita tidak dapat lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, baik itu paham atau ideologi maupun aliran hidup yang ada dan berkembang saat ini. Terlebih seperti yang dialami oleh banyak kaum muda sekarang ini, tren apapun bentuknya mulai dari mode, musik, film, sampai pada berbagai gaya hidup lainnya, hingga perangkat teknologi, tak bisa dilepaskan pengaruhnya bagi kita. Tingkatan pengaruhnya sangat tergantung pada kedewasaan kita dalam menjalani dan menentukan pilihan.

Pada pelajaran ini, kita akan mengamati berbagai pengaruh dari suatu ideologi, aliran/paham, dan tren-tren yang berkembang saat ini. Harapannya adalah bahwa kita harus bersikap kritis terhadap:

a. Tren-tren yang sedang berkembang pesat pada saat ini, antara lain: materialisme, konsumerisme, individualisme, pluralisme, fundamentalisme, dan sebagainya. Tren-tren itupun dapat mempengaruhi kaum muda dalam usaha pencarian identitasnya.

b. ideologi, paham-paham, dan aliran yang beranekaragam. Sebab, ideologi, paham-paham, dan aliran itu dapat melahirkan partai-partai politik atau sekte-sekte agama. Kaum muda sering dijadikan sasaran dari penyebaran dan perluasan ideologi atau paham-paham dan aliran. Sewaktu hidupNya, Yesus bertemu dengan berbagai orang yang menganut macam-macam ideologi, paham dan aliran, misalnya kaum Farisi, kaum Saduki, kaum Esseni, dan kaum Zelot. Dalam menghadapi berbagai ideologi, paham, dan aliran tersebut, Yesus sudah memiliki sikap kritis. Yesus tetap pada pilihan-Nya (opsi-Nya), yaitu Kerajaan Allah. Yesus juga pernah dihadapkan kepada berbagai tawaran yang menggiurkan, seperti jaminan sosial ekonomi, kekuasaan, dan kesenangan, tetapi Yesus tetap menolaknya (Lihat Matius 4: 1-11).

Yesus tetap pada mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Pada zaman yang penuh tawaran ideologi, paham-paham, dan macam-macam godaan untuk berbagai jaminan sosial ekonomi dan politik serta kesenangan, kaum muda hendaknya membekali diri dengan sikap kritis, sehingga dapat menentukan pilihan dengan benar.

Tentang Gaya Hidup:

Dalam hidup modern dewasa ini, kita tidak dapat lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, baik itu paham atau ideologi maupun aliran hidup yang ada dan berkembang saat ini. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan atau di perlihatkan dalam aktivitas, minat, dan pendapatnya yang berkaitan dengan citra dan status sosialnya.

Menurut KBBI, gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu.

Gaya hidup bisa ditentukan oleh apa saja, mulai dari agama, profesi, zaman, teknologi, hobi, umur, jenis kelamin, idola, dan sebagainya. Semua itu terbentuk karena adanya kesamaan sejumlah manusia dalam menjalani hidupnya pada suatu jalan tertentu.

Bagi kaum muda sekarang ini, tren apapun bentuknya mulai dari mode, musik, film, sampai pada berbagai gaya hidup lainnya, hingga perangkat teknologi, tak bisa dilepaskan pengaruhnya bagi kita.Tingkatan pengaruhnya sangat tergantung pada kedewasaan kita dalam menjalani dan menentukan pilihan. Kita harus bersikap kritis terhadap tren-tren yang sedang berkembang pesat pada saat ini. Tren-tren yang sangat pesat berkembang antara lain: materialisme, konsumerisme, individualisme, pluralisme, fundamentalisme, dan sebagainya. Tren-tren pun dapat mempengaruhi kaum muda dalam usaha pencarian identitasnya.

Tentang Ideologi

Kita harus bersikap kritis terhadap ideologi, paham-paham, dan aliran yang beraneka ragam. Sebab, ideologi, paham-paham, dan aliran itu dapat melahirkan partai-partai politik atau sekte-sekte agama. Kaum muda sering dijadikan sasaran dari penyebaran slogan perluasan ideologi atau paham-paham dan aliran.

Nasionalisme Nasionalisme dapat disebut semacam etno-sentrisme atau pandangan yang berpusat pada bangsa sendiri. Gejala seperti semangat nasionalisme, patriotisme, dsb. terdapat pada semua bangsa untuk menciptakan rasa setia kawan dari suatu kelompok yang senasib. Nasionalisme negatif atau nasionalisme sempit ialah nasionalisme yang mengagung-agungkan bangsa sendiri dan meremehkan/menghina bangsa lain. (Right or wrong my country). Nasionalisme positif adalah nasionalisme yang mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, sekaligus menghormati kemerdekaan dan kedaulatan bangsa lain!

Marxisme. Sejarah bangsa kita pernah berkenalan dengan marxisme. Marxisme ialah suatu kumpulan ajaran yang menjadi dasar sosialisme dan komunisme. Tujuan utama dari marxisme ialah menghapuskan kapitalisme yang dianggap menyengsarakan dan menjajah kaum proletar, yaitu kaum buruh/rakyat kecil. Marxisme hanya percaya pada materi, tidak percaya pada dunia adikodrati, termasuk tidak percaya kepada Tuhan. Manusia merupakan satu unsur materi, suatu unsur yang sangat terbatas dalam proses perubahan keseluruhan umat manusia dan semesta alam. Maka, manusia dapat digunakan untuk tujuan marxisme itu. Jika manusia itu menjadi penghalang, maka ia dapat dilenyapkan. Yang kiranya positif dari ideologi marxisme ini ialah perjuangan dan opsinya kepada kaum buruh/proletar. Hanya sayangnya, ideologi marxisme ini menghalalkan segala cara.

Komunisme. Komunisme adalah anak dari marxisme. Komunisme mencita-citakan suatu sistem masyarakat di mana sarana-sarana produksi dilakukan berdasarkan asas bahwa setiap anggota masyarakat dapat memperoleh hasil sesuai dengan kebutuhan. Cita-cita komunisme ini praktis diperjuangkan dan dimonopoli oleh partai komunis.

Teokrasi. Teokrasi merupakan sebuah paham yang menghendaki agama menguasai masyarakat politis. Dalam hal ini, pemerintahan dianggap melakukan kehendak ilahi seperti diwahyukan menurut kepercayaan agama tertentu. Negara adalah negara agama. Segala bentuk teokrasi bersifat statis-konservatif, karena hukum agama dipandang tetap.

Neo-Liberalisme. Liberalisme adalah suatu paham dan gerakan yang memperjuangkan kebebasan dari penindasan apapun. Namun, kebebasan itu dapat memberi peluang bagi yang kuat untuk menekan yang lemah dan yang kaya memeras yang miskin. Oleh sebab itu, liberalisme di Indonesia sering berkonotasi negatif. Neo-Liberalisme ialah paham yang berkembang dewasa ini dalam hubungannya dengan globalisasi dan pasar bebas, yang akan dikuasai oleh mereka yang kuat secara ekonomis dan politis. Neo-Liberalisme mempunyai konotasi negatif untuk negara-negara yang sedang berkembang. Liberalisme memang memiliki segi positif dan negatif. Positif karena liberalisme memperjuangkan kebebasan dan hak asasi manusia. Negatif karena liberalisme, terutama neo-liberalisme dapat menguasai pasar karena terjadi persaingan yang tidak seimbang. Neo-Liberalisme melahirkan sikap-sikap asosial. Perlu dicatat bahwa kebanyakan ideologi cenderung untuk bersikap fanatik!

Ideologi dapat diartikan juga sebagai cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Contoh: banyak remaja di kota besar yang tidak lagi menganggap “kesucian” badan (keperawanan dan keperjakaan), sebagai sesuatu yang penting dipertahankan sampai jenjang perkawinan. Atau, memandang ibadat bersama sebagai buang-buang waktu, dan sebagainya.

Tren Yang Berkembang:

Pada saat ini muncul banyak tren dan isu yang semakin lama semakin kuat, yang perlu kita sikapi dengan kritis. Tren-tren dan isu-isu yang aktual dan relevan untuk ditanggapi secara kritis adalah sebagai berikut.

Budaya Materialistik dan Hedonistik. Budaya materialistik dan hedonistik adalah hidup berlimpah materi dan berkesenangan. Manusia diukur dari apa yang dia miliki (rumah, mobil, dan sebagainya), bukan karakter. Pengorbanan, menanggung penderitaan, askese dan tapa, kesederhanaan dan kerelaan untuk melepaskan nikmat demi cita-cita luhur tidak mempunyai tempat dalam budaya materialistik dan hedonistik. Budaya materialistik dan hedonistik itu antara lain melahirkan sikap konsumerisme. Konsumerisme adalah sikap orang yang terdorong untuk terus-menerus menambahkan tingkat konsumsi, bukan karena konsumsi itu dibutuhkan, melainkan lebih demi status yang dianggap akan diperoleh melalui konsumsi tinggi itu.

Individualisme. Individualisme umumnya muncul akibat dari perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang sedang berlangsung. Sikap individualistik ini umumnya muncul pada masyarakat yang hidup di kota, terutama pada masyarakat kelas menengah ke atas. Sikap individualistik ini umumnya jarang terjadi pada kaum petani, nelayan, tukang, dan pedagang tradisional yang pekerjaannya tidak terpisahkan dari kehidupan keluarga. Gaya hidup modern memisahkan dengan tajam antara dua bidang itu. Hidup dalam keluarga dan pekerjaan semakin tidak ada sangkut-pautnya satu sama yang lain. Pagi hari ayah secara fisik dan emosional meninggalkan rumah dan keluarganya, selama delapan sampai sebelas jam, menyibukkan diri dengan pekerjaannya di kantor. Apabila pulang malam hari jika tidak membawa pekerjaan kantor, barulah tersedia waktunya bagi keluarganya. Dengan demikian, budaya kampung, ketetanggaan dan kekeluargaan dalam arti luas berubah. Orang menjadi individualistik dan privatistik.

Pluralisme. Pluralisme berarti bahwa orang dari berbagai suku, daerah, agama, keyakinan religius, dan politik bercampur-baur di kampung-kampung, di tempat kerja, kendaraan umum, di rumah sakit, dan di mana pun juga; tidak ada masyarakat yang tertutup dan tradisional murni. Dengan kata lain, kontrol sosial terhadap pelaksanaan keagamaan dan hidup bermasyarakat rakyat makin berkurang. Lingkungan sosial semakin tidak menentukan lagi dalam hal agama, keyakinan, politik, atau kepercayaan. Orang menentukan sendiri keterlibatan dalam bidang-bidang tersebut. Dalam arti ini, agama menjadi urusan pribadi seseorang, bukan urusan masyarakat atau pemerintah. Orang tidak harus mengetahui dan tidak mempedulikan kepercayaan tetangganya.

Fundamentalisme. Gerakan fundamentalisme sekarang banyak muncul, baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Gerakan fundamentalisme ini umumnya muncul karena adanya suatu tekanan atau ketidakpuasan terhadap kelompok tertentu atau negara tertentu. Gerakan-gerakan fundamentalisme ini umumnya berkedok agama atau kepentingan politik tertentu, seperti yang kita alami di negeri kita saat ini. Selain fundamentalisme agama dan politik, ada juga fundamentalisme yang bersifat non-agama, misalnya sukuisme, nasionalisme, dan sebagainya.

Isu Gender. Pembebasan kaum perempuan akan menjadi pembebasan umat manusia seluruhnya menuju masyarakat baru, dengan paradigma sosial baru. Dalam proses itu kita pun harus menuju pola hubungan yang sederajat sebagai mitra, dengan sikap solider-partisipatif, polisentrik dan karena itu membentuk jaringan dengan banyak simpul yang saling berhubungan. Gerakan kaum perempuan akan menjadi gerakan pembebasan yang kuat dan terasa dampaknya dalam abad ke-21 ini. Gerakan ini akan merombak paradigma sosial lama menuju masyarakat baru yang lebih egalitarian.

Isu Demokrasi, Otonomi, dan Hak Asasi. Alam demokratis semakin dibutuhkan pada masa sekarang, bukan saja sebagai sikap politik, tetapi sebagai sikap budaya. Secara global, demokrasi menjadi penting bukan saja karena sosialisme telah runtuh, melainkan karena liberalisme politik seakan-akan menjadi satu-satunya paham yang sekarang berlaku. Sikap demokratis dibutuhkan terutama karena munculnya kekuatankekuatan baru yang dibawa oleh globalisasi yang telah menimbulkan berbagai perubahan yang akan menjadi produktif jika ditanggapi secara demokratis. Isu demokrasi, otonomi, dan hak asasi akan semakin kuat dalam millennium ini.



Isu Lingkungan Hidup. Pada tahun-tahun terakhir ini, isu lingkungan hidup menjadi sangat sentral di planet ini. Lingkungan hidup sangat erat hubungannya dengan mutu dan kelangsungan hidup manusia. Sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai perbuatan yang konyol dan bunuh diri. Budaya modern yang individualistik, rasionalistik, dan eksploitatif mulai sedikit digeser oleh budaya pasca modern yang lebih sosial dan akrab dengan alam/lingkungan hidup.

Yesus kritis terhadap tawaran-tawaran keduniaan

Sesudah Yesus berpuasa selama empat puluh hari di padang gurun, secara fisik Yesus lemah. Kondisi “lemah” tersebut dimanfaatkan oleh iblis untuk mencobai Yesus. Ia mencobai Yesus dengan menawarkan hal-hal yang menggiurkan (lihat Lukas 4: 1-13).

Pertama : Roti, rezeki, jaminan sosial ekonomi; Kedua : Kedudukan dan kekuasaan; Ketiga : Kesenangan dan kenikmatan.

Godaan-godaan iblis bertujuan agar Yesus menggagalkan pilihan (opsi) mewartakan Kerajaan Allah, dan supaya Yesus menyibukkan diri dengan jaminan sosial, ekonomi, kekuasaan, dan kesenangan. Yesus menolaknya, bukan karena hal-hal itu jelek, tetapi karena ada hal yang lebih pokok, yaitu

Kerajaan Allah! Yesus bersikap kritis terhadap ideologi dan aliran pada zaman-Nya. Waktu Yesus hidup di Palestina telah ada berbagai kelompok dan aliran, misalnya:

FARISI (dari kata Ibrani Pharesees = ‘terpisah’). Kelompok Farisi adalah kelompok orang-orang Yahudi saleh yang menerima hukum tertulis dan lisan dan dengan amat teliti menaati berbagai macam kewajiban. Mereka mengecam Yesus karena Ia mengampuni dosa, melanggar peraturan Sabat, dan bergaul dengan pendosa. Sebaliknya, Yesus melawan sikap legalisme lahirilah dan formalisme pembenaran diri mereka. Mereka bekerja sama dengan para Saduki (lawan mereka) untuk membunuh Yesus.

SADUKI: Kelompok Saduki merupakan salah satu kelompok politik Palestina zaman Yesus. Mereka mempunyai pengaruh besar dalam bidang politik. Mereka berhubungan erat dengan para Imam Agung, kaum ningrat, dan golongan konservatif. Dalam hal agama, mereka menolak tradisi lisan, kebangkitan orang mati, dan adanya malaikat. Mereka menentang Yesus dan bersama para Farisi mengusahakan penyaliban Yesus, karena Yesus dianggap mengancam kedudukan politis dan kepentingan mereka.

ESENI (mungkin berasal dari kata Ibrani Kasidim =’orang-orang setia’) Kelompok Eseni ini menganggap diri sebagai orang terpilih dari antara orang-orang saleh. Mereka hidup bermatiraga melaksanakan Hukum Taurat dengan sangat ketat, hidup berkelompok tanpa milik pribadi, dan sebagian dari mereka tidak menikah. Mereka hidup demikian karena yakin bahwa mereka akan bangkit dan hidup pada akhir zaman, waktu di mana hampir semua orang menjadi murtad termasuk pimpinan bangsa dan imam-imam Yahudi.

ZELOT : Kelompok Zelot adalah pejuang-pejuang kemerdekaan Yahudi melawan orang-orang Roma pada awal abad pertama Masehi dan dalam perang yang berakhir dengan kehancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi. Yesus ternyata tidak memilih salah satu dari kelompok-kelompok atau aliran-aliran tersebut di atas. Yesus memilih aliran dan gerakan-Nya sendiri, yaitu mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Dalam rangka mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah, Yesus menyapa orang-orang miskin. Walaupun ia berasal dari kelompok kelas menengah, Yesus secara sosial bercampur dengan orang-orang yang paling rendah dan menyamakan diri- Nya dengan mereka. Mereka adalah orang miskin, buta, lumpuh, kusta, kerasukan setan (dikuasai oleh roh najis), pendosa, pelacur, pemungut cukai, rakyat gembel yang buta hukum, lintah darat, dan penjudi. Mereka ini dianggap oleh orang Farisi sebagai sampah masyarakat yang harus dibuang, tidak berguna atau najis. Mereka harus disingkirkan dari pergaulan masyarakat, karena menyimpang dari hukum dan warisan adat-istiadat.

Bersikap kritis terhadap media dan ideologi tanpa tanggung jawab dan dasar yang kuat akan menyebabkan kita hanya ingin tampil beda saja. Sebagai murid Kristus,sikap kritis harus berdasar dan dapat dipertanggung jawabkan. Kita harus mengkritisi berbagai media, cara pandang, dan ideologi yang mempengaruhi kita agar kita menemukan kehidupan yang autentik (dapat dipercaya) atau yang sejati.

Budaya modern dengan berbagai teknologi, gaya hidup, dan ideologi cenderung tidak lagi memusatkan nilai iman dan hanya sedikit memberi dukungan untuk menghayati iman dalam kehidupan sehari-hari. Bersikap kritis pada media dan berbagai ideologi menunjukkan bahwa kita mempunyai sikap iman.

Sikap iman merupakan bentuk sikap bagaimana kita menerima Allah dan kasih Allah yang diwahyukan kepada kita dalam pribadi Yesus melalui komitmen-komitmen kita. Sikap kritis terhadap ideologi yang ada, semestinya membuat kita mampu bertahan dan berkembang sebagai seorang Kristen sejati di tengahtengah dunia ini. Konsekuensi dan dasar dari hidup kritis adalah berani menyatukan diri ke dalam perkembangan dunia, dan berani melepas apa yang “nikmat” dan menjadi murid Kristus.

Sikap kritis mempunyai 3 proses dasar: 
(1) Berusaha memusatkan diri pada perkembangan nilai-nilai atau cita-cita yang kita anggap luhur. 
(2) Berusaha memalingkan diri dari keegoisan dan mengarahkan segala perhatian kepada kepentingan bersama. 
(3) Membuka perhatian kepada hidup yang lebih sempurna, yaitu ke arah hidup Allah sendiri.



Buatlah sebuah penjelasan dari dampak positif serta negatif dari penggunaan alat teknologi informasi pada pada era digital saat ini


Tulis kesimpulanmu dari pandangan Gereja tentang media massa berdasarkan DekritKonsili Vatikan II tentang Komunikasi sosial(Intermerifica, Art. 9 & 10).


Sikap atau nilai apa saja yang dikritik Yesus dari orang-orang Farisi dalamMarkus 2:23-38? Nilai atau sikap apa yang ditawarkan Yesus?


Salah satu ideologi, paham atau pandangan hidup yang berkembang dalam masyarakat adalah “Orang jujur itu akan hancur”. Apa dampak negatif dariideologi, paham atau pandangan semacam itu?


Tulis pemahamanmu tentang: Nasionalisme, Marxisme, Komunisme, Teokrasi dan Neo-Liberalisme


Gaya hidup remaja seperti apa yang menjadi keprihatinanmu saat ini? Gaya hidup seperti apa yang ditawarkan Yesus yang dapat dianggap sebagai solusiatas keprihatinanmu itu?


Ciptakan motto, semboyan, doa, puisi atau renungan yang berisi ajakan untuk bertindak sesuai hati nurani, untuk bersikap kritis terhadap media massa,bersikap kritis terhadap ideologi, tren dan gaya hidup yang tidak membangun.

BERSIKAP KRITIS DAN BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP PENGARUH MEDIA MASSA

Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas X BAB II dengan tema Bersikap Kritis dan Bertanggung Jawab terhadap Pengaruh Media Massa. Melalui tema ini diharapkan para siswa mampu menjelaskan dampak positif serta negatif dari penggunaan alat teknologi informasi pada era digital saat ini; merumuskan pandangan Gereja tentang media massa berdasarkan Dekrit Konsili Vatikan II tentang Komunikasi sosial (Intermerifica, Art. 9 & 10); menyebutkan contoh sikap kritis terhadap media massa; dan mampu membuat rumusan pesan teks Markus 2:23-38 dalam kaitannya dengan sikap kristis Yesus terhadap Hukum Taurat dan hari Sabat.

Dasar Pemikiran

Media komunikasi dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sebagai dampaknya, informasi yang masuk ke dalam kehidupan sehari-hari tidak terbendung. Persoalannya, informasi itu ada yang bersifat membangun, tetapi ada juga yang bersifat merugikan. Pada umumnya remaja bersifat polos dalam mengadopsi kehadiran media. Mereka menelan begitu saja apa yang disediakan

dan tidak mencernanya. Sehubungan dengan itu remaja perlu mendapatkan bimbingan supaya mereka dapat bersikap kritis dalam memilih media dan mampu mengolahnya menjadi nutrisi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kita dituntut untuk bersikap kritis atas segala tawaran yang ada dan informasi yang kita peroleh. Bersikap kritis tidak berarti menolak mentah-mentah tentang media, melainkan kita mencoba menyaringnya dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang kita pilih dan kita percaya. Sikap kritis mengandaikan kedewasaan berpikir, mampu mempertimbangkan baik-buruk sesuatu hal, selektif dan mampu membuat skala prioritas dalam menentukan pilihan-pilihan hidup. Dengan demikian, kita akan dapat menempatkan media massa pada tempat yang semestinya bagi perkembangan diri kita.

Gereja melalui Inter Mirifica art 9 menegaskan kewajiban-kewajiban khusus mengikat semua penerima, yakni para pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan pribadi dan bebas menampung informasi-informasi yang disiarkan oleh media itu. Sebab cara memilih yang tepat meminta supaya mereka mendukung sepenuhnya segala sesuatu yang menampilkan nilai keutamaan dan pengetahuan. Sebaliknya hendaklah mereka menghindari apa saja, yang bagi diri mereka sendiri menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat membahayakan sesama karena contoh yang buruk, kebanyakan terjadi dengan membayar iuran kepada para penyelenggara, yang memanfaatkan media itu karena alasan-alasan ekonomi semata-mata.



Maka supaya para penerima itu mematuhi hukum moral, hendaknya mereka jangan melalaikan kewajiban, untuk selalu mencari informasi tentang penilaian-penilaian mengenai semuanya itu yang diberikan oleh instansi-instansi yang berwenang, dan untuk mengikutinya sebagai pedoman menurut suara hati yang cermat. Untuk lebih mudah melawan dampak-dampak yang merugikan, dan mengikuti sepenuhnya pengaruh-pengaruh yang baik, hendaknya mereka berusaha mengarahkan dan membina suara hati mereka.

Selanjutnya dalam artikel 10 ditegaskan pula bahwa, hendaknya kalangan kaum muda berusaha, supaya dalam memakai upaya-upaya komunikasi sosial mereka belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban. Kecuali itu hendaklah mereka berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang mereka lihat, dengar, dan baca. Hendaklah itu mereka bicarakan dengan para pendidik dan para ahli, dan dengan demikian mereka belajar memberi penilaian yang saksama. Sedangkan para orang tua hendaknya menyadari bahwa kewajiban mereka adalah menjaga dengan sungguh sungguh supaya tayangan-tayangan, terbitan-terbitan tercetak, dan lain sebagainya, yang bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki ambang pintu rumah tangga, dan jangan sampai anak-anak menjumpainya di luar lingkup keluarga.

Belajar dari Kitab Suci Injil Markus 2:23-28
Mrk 2:23 Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum.
Mrk 2:24 Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”
Mrk 2:25 Jawab-Nya kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan,
Mrk 2:26 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu?yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya.
Mrk 2:27 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,

Mrk 2:28 jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”


Pandangan Gereja tentang Media Komunikasi Sosial

Dekrit tentang Komunikasi Sosial,Artikel 9: Kewajiban-kewajiban para pemakai media komunikasi sosial

Kewajiban-kewajiban khusus mengikat semua penerima, yakni para pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan pribadi dan bebas menampung informasi-informasi yang disiarkan oleh media itu. Sebab cara memilih yang tepat meminta, supaya mereka mendukung sepenuhnya segala sesuatu yang menampilkan nilai keutamaan, ilmu-pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya hendaklah mereka menghindari apa saja, yang bagi diri mereka sendiri menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat membahayakan sesama karena contoh yang buruk, atau menghalang-halangi tersebarnya informasi yang baik dan mendukung tersiarnya informasi yang buruk. Hal itu kebanyakan terjadi dengan membayar iuran kepada para penyelenggara, yang memanfaatkan media itu karena alasan-alasan ekonomi semata-mata.

Maka supaya para penerima itu mematuhi hukum moral, hendaknya mereka jangan melalaikan kewajiban, untuk pada waktunya mencari informasi tentang penilaian-penilaian yang mengenai semuanya itu diberikan oleh instansi-instansi yang berwenang, dan untuk mengikutinya sebagai pedoman menurut suara hati yang cermat. Untuk lebih mudah melawan dampakdampak yang merugikan, dan mengikuti sepenuhnya pengaruh-pengaruh yang baik, hendaknya mereka berusaha mengarahkan dan membina suara hati mereka dengan upaya-upaya yang cocok.

Dekrit tentang Komunikasi Sosial, Artikel 10: Kewajiban-kewajiban kaum muda dan para orang tua

Hendaknya para penerima, terutama dikalangan kaum muda berusaha, supaya dalam memakai upaya-upaya komunikasi sosial mereka belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban. Kecuali itu hendaklah mereka berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang mereka lihat, dengar dan baca. Hendaklah itu mereka percakapkan dengan para pendidik dan para ahli, dan dengan demikian mereka belajar memberi penilaian yang saksama. Sedangkan para orang-tua hendaknya menyadari sebagai kewajiban mereka: menjaga dengan sungguh sungguh, supaya tayangan-tayangan, terbitanterbitan tercetak dan lain sebagainya, yang bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki ambang pintu rumah tangga, dan jangan sampai anak-anak menjumpainya di luar lingkup keluarga.

Gagasan – Gagasan Pokok

Media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari medium secara harafiah berarti perantara atau pengantar dalam hal ini untuk menyalurkan pesan atau informasi. Kita sekarang sedang mengalami revolusi informasi. Karena berbagai kemajuan teknologi media, kita dibanjiri oleh arus informasi yang melimpah ruah dan tidak henti, hampir tanpa saringan.

Informasi-informasi itu dapat berupa informasi yang baik dan membangun, tetapi juga dapat berupa informasi yang buruk dan merusak. Kita harus memiliki sikap kritis terhadap semua informasi yang kita terima. Sikap kritis berarti dapat memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah; mana yang baik dan mana yang buruk; mana yang positif dan mana yang negatif. Jadi, kita harus bersikap kritis terhadap pengaruh positif dan negatif dari media yang menyuguhkan berbagai informasi.

Pengaruh positif dari media dapat terjadi karenaTeknologi media mendekatkan manusia satu sama lain. Ia dapat mendekatkan pikiran dan relasi kita. Pikiran dan relasi kita menjadi lebih terbuka kepada orang lain, kepada bangsa lain, budaya lain, dan sebagainya.
Teknologi media dapat membuat kita terlibat pada peristiwa di belahan bumi yang lain. Kita terlibat pada gempa bumi di Aljazair, pada SARS di Cina, pada Piala Dunia, dan sebagainya.
Teknologi media menyajikan mutu dan pola pemberitaan yang semakin menarik. Pemberitaan lewat satelit dan jaringan internet yang makin semarak.
Teknologi media dapat menyajikan gambar dan suara yang lebih canggih, seperti musik stereo, gambar tiga dimensi, dan sebagainya.

Pengaruh dari pemilik atau sponsor mediaManusia, entah pemilik media, entah sponsor, entah lembaga negara, entah masyarakat dan Gereja, dapat menggunakan media untuk menciptakan perhatian dan keprihatinan umum tentang suatu masalah di belahan bumi, seperti AIDS, narkotika, pembunuhan massal oleh suatu pemerintahan otoriter, dan sebagainya. Ia membantu menciptakan keprihatinan.
Media dapat digunakan untuk memberi informasi membentuk, opini umum yang baik dan juga untuk mendidik. Media dapat digunakan untuk membela keadilan dan kebenaran, dan sebagainya.
Media dapat digunakan untuk hiburan. Misalnya, hiburan musik, tari, sinetron, dan sebagainya.

Pengaruh yang tidak disadari, yakni:Sadar tidak sadar, media sudah membentuk budaya baru. Kaum muda adalah massa yang terlibat penuh dalam budaya baru ini.
Sadar tidak sadar, media telah mengubah cara pikir kita tentang hidup, tentang kebudayaan, dan sebagainya. Jendela dunia terbuka lebar bagi kita.

Pengaruh negatif disebabkan dari teknologi media sendiri, antara lain:Media telah membangun kerajaan dan kekuasaan yang sangat kuat. Siapa yang memiliki media dia yang kuat dan berkuasa. Media Dunia Utara menguasai Dunia Selatan. Kota menguasai desa. Pihak yang kuat dan kaya menguasai yang lemah dan miskin.
Media menciptakan budaya baru yang gemerlap, budaya asli dan lokal perlahan-lahan tersingkir.

Pengaruh negatif yang disebabkan oleh pemilik dan sponsor media, yakni:Media adalah bisnis. Supaya bisnis dapat laku, maka digalakkan semangat materialisme, konsumerisme dan hedonisme.
Lewat media dapat dibangun persepsi yang salah tentang kesejahteraan. Kesejahteraan berarti memiliki materi sebanyakbanyaknya. Manusia tidak lagi dinilai dari karakter dan dedikasi, tetapi dari apa yang dia miliki (rumah, mobil, uang, dan sebagainya.) seperti yang dipromosikan pada iklan-iklan di media.
Lewat media dapat diciptakan stereotip tentang tokoh kecantikan, mode, dan sebagainya. yang akan ditiru oleh khalayak ramai, misalnya mode rambut, mode pakaian, dan sebagainya. yang begitu cepat ditiru.
Lewat media dapat diciptakan sensasi tantangan seks, kekerasan, dan horor yang mungkin sangat disenangi oleh penonton.
Pemilik, penguasa, dan sponsor media dapat melakukan berbagai rekayasa dan trik demi kepentingan bisnis dan politiknya.

Pengaruh negatif yang tidak disengajaJadwal hidup dan kerja kita menjadi tidak teratur. Banyak waktu tersedot untuk menonton atau mendengar siaran media. Komunikasi antarpribadi dalam keluarga berkurang.
Kecanduan dan keterlibatan pada kekerasan dan seks bebas sering ada hubungannya dengan siaran TV atau chatting di internet atau HP (SMS).
Arus urbanisasi sering disebabkan oleh tayangan yang glamour tentang kehidupan kota

Oleh karena itu, kita harus tetap kritis terhadap media dan pandai-pandai menggunakan media untuk kepentingan kita dan masyarakat/umat.

Sebagai penerima informasi kita mempunyai kebebasan memilihinformasi? Kriteria apa yang sebaiknya digunakan dalam memilihinformasi?

Kita diajak menghindari informasi yang menimbulkan kerugian rohani, membahayakan sesama dengan contoh buruk, menghalang-halangi tersebarnya informasi yang baik dan mendukung tersiarnya informasi yang buruk. Berilah contohnya!

Apa kewajiban kaum muda dalam menyikapi dan menggunakan berbagai kemajuan media sosial maupun media elektronik?

Sebutkan dampak negatif dari penggunaan alat teknologi informasi pada era digital saat ini!

Sebutkan dampak positif dari penggunaan alat teknologi informasi pada era digital saat ini!

SUARA HATI

Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas X BAB II dengan tema Manusia Makhluk Otonom. Pada bagian ini kita diajak untuk memahami sikap dan berperilaku patuh terhadap suara hati dan dapat bertindak secara benar dan tepat. Kita juga harus belajar membuat keputusan dengan mendengarkan suara hati atau hati nuraninya.

Suara hati secara luas dapat diartikan sebagai keinsafan akan adanya kewajiban. Hati nurani merupakan kesadaran moral yang timbul dan tumbuh dalam hati manusia, sedangkan hati nurani secara sempit dapat diartikan sebagai penerapan kesadaran moral dalam situasi konkret, yang menilai suatu tindakan manusia atas buruk baiknya. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.

Suara hati atau hati nurani merupakan daya atau kemampuan khusus untuk membedakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, serta menilai baik-buruknya perbuatan itu berdasarkan akal budi. Conscience atau hati nurani merupakan hasil dialog pribadi kita yang terdalam dengan Allah ketika kita menghadapi dan menanggapi situasi hidup sehari – hari. Santo Paulus mengatakan kepada kita bahwa dalam diri kita ada dua hukum, yaitu hukum Allah dan hukum dosa. Kedua hukum itu saling bertentangan.

Hukum Allah menuju kepada kebaikan, sedangkan hukum dosa menuju kepada kejahatan. Santo Paulus menyadari bahwa selalu ada pergulatan antara yang baik dan yang jahat dalam hati manusia (lih. Rom 7: 13–26). Sementara dalam suratnya kepada jemaat di Galatia 5: 17 Santo Paulus mengatakan bahwa kita harus memberikan diri dipimpin oleh Roh. Kita harus berusaha memenangkan hati nurani kita dan mengalahkan kecenderungan kita yang menyesatkan. Kita harus peka terhadap sapaan dan rahmat Allah.

Selanjutnya, Gereja melalui Konsili Vatikan II, khususnya dalam Gaudium et Spes Art. 16, antara lain dikatakan, “Tidak jarang terjadi, bahwa hati nurani keliru karena ketidaktahuan yang tak teratasi. Karena hal itu, ia tidak kehilangan martabatnya. Hal itu sebenarnya tak perlu terjadi kalau manusia berikhtiar untuk mencari yang benar dan baik”. Itu artinya manusia tidak boleh tunduk dan mengalah pada situasi yang membelenggu suara hati. Dengan bantuan Roh Allah kita dimampukan untuk mengalahkan kekuatan dahsyat yang menguasai suara hati kita, yang oleh Santo Paulus dinamai kuasa/ keinginan daging.

Baca dan pahami kutipan Dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes, art. 16, berikut ini!

“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu. Sebab dalam hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. — Suara hati ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani, umat Kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.”Gaudium et Spes, art. 16

dengan demikian hati nurani dapat diartikan sebagai berikut: Arti luas: Dalam arti luas hati nurani berarti kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati manusia. Keinsyafan akan adanya kewajiban. Arti sempit: Hati nurani merupakan penerapan kesadaran moral di atas dalam situasi konkret seperti yang dialami Boy dalam kisah tadi. Suara hati yang menilai suatu tindakan manusia benar atau salah, baik atau buruk. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.

Dengan demikian cara kerja suara hati dapat ditinjau dari segi waktu: Hati nurani dapat berperan sebelum tindakan dibuat. Biasanya hati nurani akan menyuruh bila itu perbuatan baik dan akan melarang jika perbuatan buruk. Hati nurani dapat berperan pada saat tindakan dilakukan. Ia akan terus menyuruh jika perbuatan itu baik dan melarang jika perbuatan itu buruk atau jahat. Hati nurani dapat berperan sesudah tindakan dibuat. Hati nurani akan memuji jika perbuatan kita baik dan hati nurani akan membuat kita gelisah dan menyesal jika perbuatan itu buruk atau jahat.Segi benar tidaknya: Hati nurani benar, jika hati kita cocok dengan norma objektif. Hati nurani keliru jika kata hati kita tidak cocok dengan norma objektif.



Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman, yakni sebagai berikut: (a.) Kata hati (hati nurani) yang benar dan pasti, maka: Perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan; Perbuatan yang buruk harus dielakkan. (b.) Kata hati yang pasti, tetapi keliru, maka: Perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan. (Misalnya, seorang remaja merasa pasti bahwa hari Senin adalah hari puasa, maka ia harus berpuasa, walaupun keliru). Perbuatan yang buruk harus dielakkan. (Misalnya, seorang remaja merasa pasti bahwa mencium kekasihnya adalah dosa, maka ia harus harus mengelakkannya, walaupun keliru). (c.) Kata hati yang tidak pasti: Seseorang dapat memilih yang paling menguntungkan. Misalnya, hati nurani seseorang tidak merasa pasti apakah hari ini puasa atau tidak, maka ia boleh memilih yang menguntungkan dia. Jika menyangkut nyawa manusia, maka keselamatan nyawa itu harus didahulukan. Misalnya, jika seseorang tidak merasa pasti bahwa suatu cara KB bersifat abortif atau tidak, maka ia harus menolak cara itu, sebab menyangkut nyawa manusia.

Dalam hati manusia, sebelum ia bertindak atau berbuat sesuatu, ia sudah mempunyai suatu kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya berbeda-beda. Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan mengatakan perbuatan itu balk atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang menyuruh. Namun, jika perbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara yang melarang. Kata hati yang muncul pada saat ini disebut prakata hati. Pada saat suatu tindakan dijalankan, kata hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang. Sesudah suatu tindakan atau perbuatan, maka kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat, maka kata hati akan mencela/menyalahkan, sehingga orang merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa, dsb. Demikianlah, kata hati muncul sebagai indeks (petunjuk), kemudian sebagai iudex (hakim) dan sekaligus vindex (penghukum).

Fungsi Hati Nurani dan Sikap Kita Terhadapnya

a. Fungsi hati nurani: Hati nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk; Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari; Hati nurani berfungsi menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.

b. Sikap kita terhadap hati nurani: Menghomati setiap suara hati yang keluar dari hati nurani kita; Mendengarkan dengan cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani; Mempertimbangkan secara masak dan dengan pikiran sehat apa yang dikatakan oleh hati nurani; Melaksanakan apa yang disuruh oleh hati nurani.Apakah Hati Nurani mencerminkan suara hati sama dengan suara yang pelan? Suara hati adalah suara halus dan murni datang langsung dari kesadaran sang Hidup yang ada di dalam diri kita paling dalam yang bersih dan jujur, tanpa pertimbangan dalam memberikan jawaban. Suara hati akan membawa kita kepada keselamatan dan kebahagiaan, asalkan kita dapat mendengarkannya dengan jelas dan meyakininya kemudian mempraktikkannya dalam kehidupan. Suara hati ini tidak akan keluar apabila hati nurani dalam keadaan tertutup oleh kotoran-kotoran (dosa) yang menutupnya. Dalam keadaan yang demikian, yang keluar bukan suara hati nurani melainkan emosi. Memang untuk pertama kali sulit membedakan suara-suara yang datang dari dalam diri kita, ini hanya dapat dicapai melalui latihan dan pembuktian.

MANUSIA MAKHLUK OTONOM

Manusia Makhluk Otonom adalah materi pembelajaran ke 2 mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budipekerti kelas X (sepuluh). Sebagai manusia yang bermatabat kita diingatkan bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap, dengan kata lain, ia adalah makhluk yang mandiri.

Secara etimologi, Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang artinya sendiri, dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri. Otonom berarti berdiri sendiri atau mandiri. Jadi setiap orang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah tindakannya sendiri. Ia harus dapat menjadi tuan atas diri.

Berbicara mengenai manusia bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana, karena manusia banyak memiliki keunikan. Keunikan tersebut dinyatakan sebagai kodrat manusia. Manusia sulit dipahami dan dimengerti secara menyeluruh akan tetapi manusia mempunyai banyak kekuatan-kekuatan spiritual yang mendorong seseorang mampu bekerja dan mengembangkan pribadinya secara mandiri. Arti otonom adalah mandiri dalam menentukan kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya dalam pencapaian kehendaknya. Allah telah memberikan akal budi yang membuat manusia tahu apa yang harus dilakukannya dan mengapa harus melakukannya. Dengan kemampuan akal budinya, manusia mampu membedakan hal baik dan buruk dan membuat keputusan berdasarkan suara hatinya dan mampu bersikap kritis terhadap berbagai pilihan hidup. Manusia adalah makhluk hidup, yang mampu memberdayakan akal budinya, maka manusia mempunyai berbagai kemampuan, yakni mampu berpikir, berkreasi, berinovasi, memberdayakan kekuatannya sehingga manusia tidak pernah berhenti untuk berkembang dalam mengembangkan dirinya sebagai suatu upaya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam mengaktualisasikan sebagai individu.

KELUHURAN MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH

Melalui pembelajaran ini diharapkan kita mampu memahami sikap saling menghargai sesama manusia yang diciptakan sebagai Citra Allah yang bersaudara satu sama lain.

Sebagai sesama citra Allah, setiap manusia adalah bersaudara. harus saling menghormati dan saling mengasihi. Sikap ini seperti yang digambarkan Yesus dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Dalam perumpamaan itu dikisahkan bagaimana orang Samaria yang baik hati itu telah memperlakukan orang Yahudi yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya sendiri, bahkan lebih dari itu.

Dalam Kitab Kej 1: 26-27 dikisahkan demikian: Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”. Dalam kutipan Kej 1: 26-27 ini jelas dinyatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tentang makhluk-makhluk yang lain tidak dikatakan seperti itu. Dalam pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat mengagumi martabatnya yang luhur dan mensyukurinya. KGK 357 Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya. KGK 358 Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1;24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada- Nya: “Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai daripada segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya, sehingga Ia tidak menyayangi Putera-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya” (Yohanes Krisostomus, Serm. in Gen. 2,1).

KGK 360 Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis 17:26) Bdk. Tob8:6. Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang; dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini;… dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1. KGK 361 “Hukum solidaritas dan cinta ini” (ibid.) menegaskan bagi kita, bahwa kendati keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah benar-benar saudara dan saudari.

KGK 362 Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus rohani. Teks Kitab Suci mengungkapkan itu dalam bahasa kiasan, apabila ia mengatakan: “Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Manusia seutuhnya dikehendaki Allah. Kata Citra mungkin lebih tepat kita artikan sebagai Gambaran. Yang menggambarkan! Kalau kita mirip dengan ibu kita, itu tidak berarti kita sama dengan ibu kita . Tetapi dengan mirip ini mau menggambarkan sesuatu, bahwa pada diri kita entah itu fisiknya, karakternya, sifat-sifatnya ada kesamaan dengan ibu. Dan kesamaan ini bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi merupakan gambaran dari ibu. Hasil karya, entah itu seni atau yang lainnya dapat menggambarkan si penciptanya. Demikian pula makhluk yang disebut manusia itu, dapat dikatakan sebagai gambaran atau citra si penciptanya, yaitu Allah sendiri. Manusia diberi kuasa untuk menguasai alam ciptaan lain. Menguasai alam berarti menata, melestarikan, mengembangkan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab. Karena manusia diciptakan sebagai Citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya. Persaudaraan sejati adalah persaudaraan yang dihayati atas dasar persamaan kodrat sebagai sesama ciptaan Tuhan dan persamaan kodrat sebagai Citra Allah. Persaudaraan sejati tidak membedakan orang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun golongan, karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan. Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.

Sebelum mengisi form dibawah ini, silahkan baca perikop Orang Samaria Yang Murah Hati (Luk 10: 25 – 37)

Apa yang dimaksud dengan manusia diciptakan sebagai gambar Allah (Citra Allah)?

Apa keunggulan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain?*

Berdasarkan kutipan di atas, siapa yang dimaksud dengan saudara?

Buatlah sebuah rumusan yang menunjukkan sejauh mana kalian sudah menghayati keberadaan dirinya sebagai Citra Allah!

Bagaimana pandangan kalian dengan pernyataan bahwa semua manusia satu saudara?

Apa konsekuensi kedudukan manusia yang bermartabat luhur dalam relasinya dengan Sang Pencipta dan dalam hubungan dengan sesama?

Sikap/tindakan apa saja yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur martabat manusia?

Sikap dan tindakan apa saja yang perlu dikembangkan dalam rangka menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia?








KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Pada usia remaja, seseorang mengalami pertumbuhan jasmaniah dan rohaniah yang sangat besar. mereka mengalami adanya dorongan-dorongan dan daya-daya tertentu dalam dirinya, khususnya daya tarik terhadap lawan jenisnya. Daya tarik terhadap lawan jenis ini sering belum disadari secara penuh oleh para remaja sebagai hal yang luhur, indah, wajar, dan manusiawi. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran akan adanya dorongan dan daya tarik terhadap lawan jenis ini dapat menyebabkan remaja tidak pandai menempatkan diri dalam pergaulan antar-jenis. Bahkan, pergaulan antar-jenis di kalangan para remaja sering “menyimpang”. Karena itulah, para remaja memerlukan bimbingan agar mereka memiliki pengetahuan dan kesadaran yang memadai tentang hakikat kepriaan dan kewanitaan serta daya tarik terhadap lawan jenisnya. Dengan demikian, para remaja dapat menghargai dirinya sendiri dan lawan jenisnya (pria dan wanita) sebagai ciptaan Tuhan yang indah, luhur, dan suci.

Dalam pembahasan ini peserta didik akan diajak untuk menyadari bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat dan sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang satu dan sama ( kej 1, 26 -27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi kepercayaan dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam karyaNya yang agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (kej 1, 31). Laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Sifat korelatif itu sangat jelas dalam bentuk pria dan wanita. Tetapi juga kelihatan dalam seluruh kemanusiaannya, seperti: perasaan, cara berpikir, dan cara menghadapi kenyataan, termasuk Tuhan. Tuhan mengatakan: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2: 18). Laki-laki dan perempuan diciptakan bukan pertama-tama sebagai tuan dan hamba atau atasan dan bawahan, tetapi rekan yang sepadan. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada keduanya sama. Nilai karya dan peran mereka pada karya Allah pada umumnya tidak berbeda: tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Sabda Allah yang berbunyi: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita…”(kej 1, 26) dan “…yang dijadikanNya itu sungguh amat baik” (kej 1, 31) menunjukkan perbedaan manusia dengan ciptaan lain. Sabda itu menunjukkan keistimewaan mereka sebagai laki-laki dan perempuan di antara semua ciptaan, bukan perbedaan mereka sebagai laki-laki dan perempuan.

Dalam Kitab Kejadian juga diceritakan bahwa pria dan wanita merupakan ciptaan Tuhan yang paling indah. Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2: 18). Untuk menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu. Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej 2: 23). Dari kutipan Kitab Suci ini jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan. Banyak orang bila berbicara tentang kesederajatan antara perempuan dan laki-laki, sering terbatas pada masalah pembagian tugas atau fungsi. Maka banyak orang begitu yakin, bahwa kepala keluarga itu harus seorang bapak. Sekalipun sang bapak itu pengangguran dan yang berjuang mati- matian mencari nafkah sang istri, tetap saja bapak yang kepala keluarga. Ibu bertugas beres-beres rumah, dan sebagainya. Banyak laki-laki ketika berbicara soal kesederajatan, lebih berfokus pada apa yang seharusnya seorang perempuan perbuat baginya. Dan sebaliknya, perempuan berpikir apa yang seharusnya laki-laki perbuat baginya. Selama manusia berpikir seperti itu, maka kesederajatan sulit diwujudkan. kesederajatan akan terwujud bila orang berpikir secara baru.

Pikiran baru itu adalah ketika laki-laki mampu berkata: perempuan diciptakan Tuhan sebagai penolong saya, berarti dia(perempuan) itu adalah bukti cinta Tuhan pada saya. Tuhan menghendaki saya berkembang lewat bantuan dia, maka saya akan menghormati dan melakukan apapun yang terbaik bagi dia. Bila saya menghormati dan mengasihi dia, saya pun mencintai Tuhan. Demikian pula sebaliknya: perempuan berkata: Saya telah diciptakan Tuhan sebagai penolong dia, maka saya akan menghormati dan melakukan apa saja yang terbaik bagi dia, sebab hal itu merupakan wujud saya mengasihi Tuhan.

Pikiran-pikiran semacam itu dapat diwujudkan melalui contoh berikut: Remaja laki-laki tidak akan merasa gengsi bila terbiasa mau membantu keluarga mencuci piring atau masak. Panggilan Tuhan atas laki-laki atau perempuan adalah: masing-masing berkembang dan memperkembangkan diri menjadi laki-laki sejati dan perempuan sejati.

Baca dan perhatikan perikop di bawah ini!

Kej 2:18TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
Kej 2:19Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
Kej 2:20Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
Kej 2:21Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
Kej 2:22Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
Kej 2:23Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”
Melalui pembelajaran ini diharapkan kita mampu memahami dan menunjukkan jati diri sebagai perempuan atau laki-laki yang saling melengkapi dan sederajat.

Berdasar Bacaan Kitab Suci Kej 2:18-23, buatlah sebuah doa syukur karena sebagai laki-laki dan perempuan!

MENGEMBANGKAN KARUNIA ALLAH

Dalam pembahasan ini kita diajak untuk menyadari bahwa setiap manusia adalah unik dan diberikan kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Sebagai kaum beriman patutlah kita bersyukur kepada Tuhan dengan cara mengembangkan bakat dan kemampuan dengan sebaik-baiknya. Keunggulan diri berkaitan dengan bakat dan kemampuan hendaknya tidak membuat setiap orang merasa lebih unggul dari yang lain, sehingga dapat memunculkan sikap sombong dan arogan. Demikian halnya dengan keterbatasan yang ada tidak membuat orang menjadi rendah diri, minder atau bahkan merasa menjadi orang yang tidak berguna.

Menurut Aristoteles, manusia akan bahagia jika ia secara aktif merealisasikan bakat-bakat dan potensinya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai banyak potensi, tetapi potensi-potensi itu akan menjadi nyata jika kita merealisasikannya. Kebahagiaan tercapai dalam mempergunakan atau mengaktifkan bakat dan kemampuannya. Setiap orang mempunyai kemampuan dan bakat-bakat dalam ukuran tertentu. Kemampuan dan bakat yang dimiliki seseorang seharusnya dikembangkan dan digunakan. Kemampuan dan bakat adalah anugerah Tuhan, yang dalam Kitab Suci sering disebut talenta. Tuhan menghendaki agar talenta itu dikembangkan dan digunakan. Dalam Injil Matius 25:14-30, dikisahkan tentang seorang tuan yang memanggil hamba-hambanya dan memberi mereka sejumlah talenta untuk “dikembangkan” dan “digunakan”. Setiap orang, termasuk para remaja diberi talenta oleh Tuhan. Mereka harus mengembangkan dan menggunakan talenta itu sebagaimana mestinya. Mengembangkan dan menggunakan talenta sebagaimana mestinya adalah panggilan dan tuntutan Kristiani. Allah memberikan kemampuan dan talenta yang berbeda kepada setiap orang dan kemampuan itu hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Yesus memberikan gambaran seorang tuan yang memberikan talenta kepada hamba-hambanya. (Mat 25:14 – 30). Iapun menindak tegas kepada seorang hamba yang tidak mau mengembangkan talenta dan hanya memendamnya ke dalam tanah.


Baca dan renungkankan perikop dibawah ini dan tulis refleksimu di fom yang telah disediakan!

Injil Matius 25:14-30

Mat 25:14“Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.
Mat 25:15Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.
Mat 25:16Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.
Mat 25:17Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta.
Mat 25:18Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.
Mat 25:19Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.
Mat 25:20Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.
Mat 25:21Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Mat 25:22Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.
Mat 25:23Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Mat 25:24Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.
Mat 25:25Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
Mat 25:26Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?
Mat 25:27Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Mat 25:28Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu.
Mat 25:29Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
Mat 25:30Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”

Rumuskan gagasan-gagasan penting yang diperoleh setelah membaca dan merenungkan perikop diatas!

Rumuskan niat/sikap yang akan kamu lakukan dan kembangkan!

Tulislah sebuah doa sebagai ungkapan rasa syukur atas kemampuan dan keterbatasan yang dianugerahkan Allah pada dirimu