Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas X BAB II dengan tema Manusia Makhluk Otonom. Pada bagian ini kita diajak untuk memahami sikap dan berperilaku patuh terhadap suara hati dan dapat bertindak secara benar dan tepat. Kita juga harus belajar membuat keputusan dengan mendengarkan suara hati atau hati nuraninya.
Suara hati secara luas dapat diartikan sebagai keinsafan akan adanya kewajiban. Hati nurani merupakan kesadaran moral yang timbul dan tumbuh dalam hati manusia, sedangkan hati nurani secara sempit dapat diartikan sebagai penerapan kesadaran moral dalam situasi konkret, yang menilai suatu tindakan manusia atas buruk baiknya. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.
Suara hati atau hati nurani merupakan daya atau kemampuan khusus untuk membedakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, serta menilai baik-buruknya perbuatan itu berdasarkan akal budi. Conscience atau hati nurani merupakan hasil dialog pribadi kita yang terdalam dengan Allah ketika kita menghadapi dan menanggapi situasi hidup sehari – hari. Santo Paulus mengatakan kepada kita bahwa dalam diri kita ada dua hukum, yaitu hukum Allah dan hukum dosa. Kedua hukum itu saling bertentangan.
Hukum Allah menuju kepada kebaikan, sedangkan hukum dosa menuju kepada kejahatan. Santo Paulus menyadari bahwa selalu ada pergulatan antara yang baik dan yang jahat dalam hati manusia (lih. Rom 7: 13–26). Sementara dalam suratnya kepada jemaat di Galatia 5: 17 Santo Paulus mengatakan bahwa kita harus memberikan diri dipimpin oleh Roh. Kita harus berusaha memenangkan hati nurani kita dan mengalahkan kecenderungan kita yang menyesatkan. Kita harus peka terhadap sapaan dan rahmat Allah.
Selanjutnya, Gereja melalui Konsili Vatikan II, khususnya dalam Gaudium et Spes Art. 16, antara lain dikatakan, “Tidak jarang terjadi, bahwa hati nurani keliru karena ketidaktahuan yang tak teratasi. Karena hal itu, ia tidak kehilangan martabatnya. Hal itu sebenarnya tak perlu terjadi kalau manusia berikhtiar untuk mencari yang benar dan baik”. Itu artinya manusia tidak boleh tunduk dan mengalah pada situasi yang membelenggu suara hati. Dengan bantuan Roh Allah kita dimampukan untuk mengalahkan kekuatan dahsyat yang menguasai suara hati kita, yang oleh Santo Paulus dinamai kuasa/ keinginan daging.
Baca dan pahami kutipan Dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes, art. 16, berikut ini!
“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu. Sebab dalam hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. — Suara hati ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani, umat Kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.”Gaudium et Spes, art. 16
dengan demikian hati nurani dapat diartikan sebagai berikut: Arti luas: Dalam arti luas hati nurani berarti kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati manusia. Keinsyafan akan adanya kewajiban. Arti sempit: Hati nurani merupakan penerapan kesadaran moral di atas dalam situasi konkret seperti yang dialami Boy dalam kisah tadi. Suara hati yang menilai suatu tindakan manusia benar atau salah, baik atau buruk. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.
Dengan demikian cara kerja suara hati dapat ditinjau dari segi waktu: Hati nurani dapat berperan sebelum tindakan dibuat. Biasanya hati nurani akan menyuruh bila itu perbuatan baik dan akan melarang jika perbuatan buruk. Hati nurani dapat berperan pada saat tindakan dilakukan. Ia akan terus menyuruh jika perbuatan itu baik dan melarang jika perbuatan itu buruk atau jahat. Hati nurani dapat berperan sesudah tindakan dibuat. Hati nurani akan memuji jika perbuatan kita baik dan hati nurani akan membuat kita gelisah dan menyesal jika perbuatan itu buruk atau jahat.Segi benar tidaknya: Hati nurani benar, jika hati kita cocok dengan norma objektif. Hati nurani keliru jika kata hati kita tidak cocok dengan norma objektif.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman, yakni sebagai berikut: (a.) Kata hati (hati nurani) yang benar dan pasti, maka: Perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan; Perbuatan yang buruk harus dielakkan. (b.) Kata hati yang pasti, tetapi keliru, maka: Perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan. (Misalnya, seorang remaja merasa pasti bahwa hari Senin adalah hari puasa, maka ia harus berpuasa, walaupun keliru). Perbuatan yang buruk harus dielakkan. (Misalnya, seorang remaja merasa pasti bahwa mencium kekasihnya adalah dosa, maka ia harus harus mengelakkannya, walaupun keliru). (c.) Kata hati yang tidak pasti: Seseorang dapat memilih yang paling menguntungkan. Misalnya, hati nurani seseorang tidak merasa pasti apakah hari ini puasa atau tidak, maka ia boleh memilih yang menguntungkan dia. Jika menyangkut nyawa manusia, maka keselamatan nyawa itu harus didahulukan. Misalnya, jika seseorang tidak merasa pasti bahwa suatu cara KB bersifat abortif atau tidak, maka ia harus menolak cara itu, sebab menyangkut nyawa manusia.
Dalam hati manusia, sebelum ia bertindak atau berbuat sesuatu, ia sudah mempunyai suatu kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya berbeda-beda. Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan mengatakan perbuatan itu balk atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang menyuruh. Namun, jika perbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara yang melarang. Kata hati yang muncul pada saat ini disebut prakata hati. Pada saat suatu tindakan dijalankan, kata hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang. Sesudah suatu tindakan atau perbuatan, maka kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat, maka kata hati akan mencela/menyalahkan, sehingga orang merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa, dsb. Demikianlah, kata hati muncul sebagai indeks (petunjuk), kemudian sebagai iudex (hakim) dan sekaligus vindex (penghukum).
Fungsi Hati Nurani dan Sikap Kita Terhadapnya
a. Fungsi hati nurani: Hati nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk; Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari; Hati nurani berfungsi menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.
b. Sikap kita terhadap hati nurani: Menghomati setiap suara hati yang keluar dari hati nurani kita; Mendengarkan dengan cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani; Mempertimbangkan secara masak dan dengan pikiran sehat apa yang dikatakan oleh hati nurani; Melaksanakan apa yang disuruh oleh hati nurani.Apakah Hati Nurani mencerminkan suara hati sama dengan suara yang pelan? Suara hati adalah suara halus dan murni datang langsung dari kesadaran sang Hidup yang ada di dalam diri kita paling dalam yang bersih dan jujur, tanpa pertimbangan dalam memberikan jawaban. Suara hati akan membawa kita kepada keselamatan dan kebahagiaan, asalkan kita dapat mendengarkannya dengan jelas dan meyakininya kemudian mempraktikkannya dalam kehidupan. Suara hati ini tidak akan keluar apabila hati nurani dalam keadaan tertutup oleh kotoran-kotoran (dosa) yang menutupnya. Dalam keadaan yang demikian, yang keluar bukan suara hati nurani melainkan emosi. Memang untuk pertama kali sulit membedakan suara-suara yang datang dari dalam diri kita, ini hanya dapat dicapai melalui latihan dan pembuktian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar